Kamis, 26 Juni 2008

Batik dan Citra Diri Bangsa

Batik adalah salah satu budaya atau hasil budi dan daya kreatifitas seni bangsa Indonesia. Batik sudah ratusan tahun bahkan ribuan tahun (jaman kerajaan-kerajaan nusantara) yang lalu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Berbagai ragam dan corak motif batik Indonesia yang telah diciptakan bahkan tidak sedikit motif-motif batik yang sudah terkubur dan entah dimana dokumentasi karyanya. tapi seiring dengan kreatifitas dan perkembangan jaman, maka batik pun berkembang ragam dan coraknya. Ada batik motif pesisir, pegunungan, golongan bangsawan, golongan rakyat umum (cacah atau wong cilik), batik untuk pegawai negeri, bati untuk pegawai hotel, batik keraton batik berdasarkan kedaerahan (solo, pekalongan, garutan, tasik, yogya, paseban ciguguran, dan sebagainya). Sedemikian luasnya pemanfaatan batik dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Indonesia menjadikan batik sudah menjadi identitas masyarakat Indonesia.
Identitas selalu terkait dengan aspek jati diri. Jati diri tidak selamanya nampak, bahkan cenderung memang tidak nampak, tetapi suatu identitas adalah penampakan suatu jati diri sehingga sekaligus menjadi pencitraan individu atau kelompok bersangkutan. Batik yang cenderung menjadi jati diri seseorang baik disadari ataupun tidak disadari. Jati diri adalah salah satu penanda kepribadian yang tidak nampak antar individu tetapi dipentingkan dalam hubungan berperilaku. Batik sejauh ini sudah berhasil menjadi penanda, identitas dan sekaligus jatidiri individu, kelompok dan komunitas tertentu yang membedakannya dari individu, kelompok dan komunitas lainnya. Sehingga, kalaulah kita menyepakati dan mengetahui bahwa bati adalah hasil budaya dan buah karya luhur bangsa Indonesia, berarti batik sudah jelas merupakan identitas dan jatidiri bangsa Indonesia itu sendiri. Alangkah ironisnya ketika suatu saat pernah terjadi bahwa batik diklaim sebagai budaya atau hasil karya bangsa Malaysia. Ini artinya secara langsung atau tidak langsung telah terjadi pemberangusan dan penjajahan identitas bangsa. Ini artinya telah terjadi perampasan jatidiri bangsa Indonesia oleh bangsa lain. Kejadian itu bahkan tidak hanya terjadi terhadap batik saja bahkan pada beberapa hasil budaya bangsa Indonesia lainnya. Dampaknya adalah bahwa citra bangsa kita yang berkesan kurang peduli akan kekayaan budaya bangsa sendiri.
Dengan demikian sejauhmana masyrakat kita mengenal, memahami dan memakai semua hasil budaya dan karya luhur bangsa Indonesia yang beragam ini adalah menujukkan sejauhmana kita menjaga jatidiri dan harga diri kita sendiri sebagai suatu bangsa bermartabat. Kecuali kalau memang kita tidak pernah merasa, atau tidak tahu, atau memang sengaja "menggadaikan" jatidiri diri kita dan bangsa kita dengan "keglamoran" budaya lain yang dianggap lebih "wah". Kecuali hanya orang-orang yang memang tidak mencintai bangsanya sendirilah yang sengaja tidak mau menggunakan hasil-hasil budaya bangsa sendiri dengan alasan "kampungan", "kuno", tidak modis, tidak trendi, tidak modern, tidak modis dan sebagainya. Tidaklah berlebih kiranya bila kita terus-menerus mengembangkan budaya sendiri untuk kemudian dimanfaatkan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai kebanggaan diri, sebagai identitas diri dan pencitraan diri untuk mandiri bersaing dengan budaya bangsa lain. Batik hanya salah satu dari sekian penanda identitas bangsa. Batik hanyalah salah satu dari penanda jati diri bangsa. Batik mungkin tidak lebih penting dari penanda identitas lain yang lebih pantas untuk dijadikan jati diri bangsa. Tapi sejarah telah membuktikan bahwa tatanan masyarakat Indonesia, terutama bagi komunitas yang masih kukuh mengenakan batik dalam sistem dan siklus kehidupannya adalah mereka yang justru merupakan tonggak "jati diri" bangsa, dan harga diri bangsa di mata bangsa-bangsa lain. Dalam berbagai bentuk penerapannya, seiring dengan kebutuhan masyarakat, sesungguhnya batik dapat dilekatkan tidak hanya pada pakain semata, tetapi juga bisa sebagai ikat kepala, celana, tas, sarung bantal, seprai, sandal, gordeng, topi, map buku, dan sebagainya. Bentuk pelekatan motif batik itu tentunya menunggu "tangan-tangan kreatif" dan "ide-ide inovatif" siapapun untuk dikembangkan lebih jauh kini dan di masa datang. Dengan demikian penegasan bahwa Batik menjadi jati diri dan identitas bangsa Indonesia akan benar-benar "disegani" dan tidak akan semena-mena "diperjualbelikan" bahkan diklaim sebagai budaya bangsa lain. Relakah Harga diri dan jati diri kita "diperjualbelikan" oleh bangsa lain ?