Kamis, 08 Januari 2009

“Kebebasan Berkeyakinan dalam Konteks Masa Depan Kebangsaan Indonesia”

Kebebasan pada pengertian lain bisa berarti kemerdekaan. Kemerdekaan yang dimaksud adalah suatu cita-cita nan luhur atas sebuah kebebasan dari suatu kondisi yang mengekang, keterkungkungan, pendiskriminasian, ketertindasan atau keterjajahan. Kalaulah dikaitkan dengan hakekat kehidupan manusia, ada yang mengatakan bahwa seorang anak manusia lahir ke dunia adalah merupakan pribadi yang bebas. Karena anak manusia yang terlahir tersebut tidak pernah berpikir akan terlahir dari suku mana, ras mana, bangsa mana, kelas sosial mana, agama apa bahkan bebas dari keharusan untuk tidak beragama sekalipun. Ada kalimat yang menyebutkan bahwa;

Manusia ditakdirkan lahir berbeda-beda. Seseorang tidak dapat memilih dari ibu-bapak, suku, latar belakang sosial atau bangsa mana ia akan lahir.Perbedaan itu tidaklah memberi hak kepada siapapun untuk melakukan diskriminasi hanya karena asal-usul seseorang.”

Pembukaan UUD 1945 menyebutkan diantaranya : “kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Kemerdekaan yang direbut para pahlawan bangsa adalah kebebasan atau kemerdekaan dari kolonialisasi penjajah bangsa asing pada masa itu. Kebebasan atau perjuangan kemerdekaan pasca revolusi kemerdekaan dan selanjutnya adalah perjuangan kebebasan sebagai suatu orientasi kemerdekaan dari keterkungkungan akan “kekuasaan atau pengaruh bangsa dan ideologi lain” yang tidak sejalan dengan Cita-Cita atau amanat Proklamasi Kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Kebebasan berkeyakinan dalam pandangan umum, biasanya mengasumsikan terhadap kebebasan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau kebebasan beragama. Padahal “pesan yang tersirat” dari kebebasan berkeyakinan dimaksud adalah selain kebebasan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau kebebasan beragama, juga kebebasan berkeyakinan sebagai individu yang berkepribadian dan berkesadaran sebagai manusia dengan segenap cara dan cirinya. Selain itu juga kebebasan berkeyakinan selaku individu yang berbangsa atau memiliki kesadaran berbangsa. Singkatnya bahwa kebebasan berkeyakinan yang dimaksud adalah kebebasan untuk yakin terhadap pribadinya sebagai manusia dan bangsa dengan cara dan cirinya dan kebebasan berkeyakinan untuk percaya dan sadar akan kekuasaan di luar kehendak sdan kekuasaan manusia itu sendiri.

Dua konsep yang berkaitan antara “kebebasan” dan “berkeyakinan” dengan pemaknaan tadi, sehingga memunculkan suatu frase “kebebasan berkeyakinan”, tentunya menimbulkan pertanyaan besar sebelum berlanjut pada kata atau kalimat selanjutnya pada judul tersebut di atas. Pertama; Apakah ada ketidakbebasan dalam berkeyakinan ? Kalaulah ada mengapa bisa terjadi demikian ? Atau mengapa orang tidak bebas berkeyakinan terhadap “Tuhan atau Sesuatu yang diyakininya” sebagai ekspresi identitas kebudayaan dan kebangsaannya (termasuk sukubangsa) ? Siapa atau apa yang menyebabkan ketidakbebasan berkeyakinan tersebut ?

Kebangsaan yang berasal kata dari bangsa adalah suatu kondisi suatu bangsa yang dirasakan atau dimaknai dari kesadaran individu. Sejauhmana individu itu mampu memaknai dan menyadari kebangsaannya, maka sejauhmana pula individu tersebut menjaga dan memperjuangkan kehormatan kebangsaannya itu. Karena kesadaran dalam memperjuangkan kebangsaan oleh individu juga termasuk kesadaran individu manusia atas kepercayaan terhadap “Tuhan” yang menciptakannya menjadi bangsa tersebut. Melupakan aspek kebangsaan dalam perjuangan hidup individu manusia manapun adalah suatu sikap yang tidak mencerminkan keyakinan seseorang yang berkepercayaan terhadap Tuhan yang diyakininya.

Indonesia adalah satu bangsa untuk semua suku bangsa dan bangsa yang ada dan hidup di Bumi Nusantara. Semua suku bangsa memiliki kebebasan berkebudayaan demi kemajuan Indonesia yang dimiliki bersama itu. Aspek berkebudayaan di dalamnya terkandung aspek religius atau aspek berkepercayaan terhadap “Tuhan” yang diyakininya. Kalaulah kita merujuk pada keanekaragaman kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara, Indonesia Tercinta, berarti kita akan melihat keanekaragaman berkepercayaan terhadap Tuhan dengan segala ekpresi budaya spiritual dalam berbagai ritual yang dilakukannya. Kesemua kehidupan berkepercayaan itu kemudian dijadikan landasan bersama sebagai bangsa Indonesia dalam kerangka sistem nilai kepercayaan bersama terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pengingkaran apalagi pendiskriminasian terhadap suatu keyakinan atau kepercayaan yang hidup dan berkembang di Bumi Nusantara, Indonesia Tercinta, sesungguhnya adalah sebagai sikap individu yang tidak percaya terhadap Tuhan yang diyakininya itu dan menolak kemanusiaan dan kebangsaanya sendiri. Lebih lugas bisa dikatakan bahwa sikap individu atau kelompok yang menafikan, mendiskriminasikan atau menjadikan tidak bebasnya individu atau masyarakat lain dalam berkepercayaan terhadap Tuhan yang diyakininya dengan segenap aspek ritual dan spritualnnya, adalah sikap invidividu atau kelompok yang tidak berperikemanusiaan dan berjiwa kebangsaan Indonesia. Orang atau individu dan kelompok yang bersikap demikian bisa dikatakan sebagai “penjajah” bagi bangsanya sendiri.

Sebagai simpulan bahwa selama ada upaya dan perjuangan untuk “kebebasan berkeyakinan” berarti masih adanya “penjajahan” dalam berkeyakinan itu sendiri. Baik penjajahan terhadap pribadi manusia, terhadap bangsa dan kebangsaanya serta terhadap kepercayaan terhadap Tuhan yang diyakininya. Selanjutnya bahwa Kebebasan Berkeyakinan dalam konteks Masa Depan Kebangsaan Indonesia adalah :

  1. Keadaan dimana terbangunnya kesadaran individu sebagai manusia yang harus berperikemanusiaan dengan segenap cara dan cirinya
  2. Tumbuhnya kesadaran berkebangsaan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika dalam berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menurut budaya spiritual dan keyakinan dari masing-masing kepercayaan yang dianutnya.

3. Suatu kondisi dimana berkeyakinan bagi setiap warga bangsa Indonesia adalah berkeyakinan yang saling memerdekakan keyakinan satu dengan lainnya untuk bersama-sama mewujudkan kedamaian di Nusantara dan dunia pada umumnya.

Rahayu Bangsaku

Mulya Bangsaku

Indonesia Tanah Air Bhinneka Tunggal Ika

*****

Hotel Golden, Jakarta, 03 Agustus 2007

2 komentar:

kambinggunungpertama mengatakan...

ketika kebebasan diserukan apakah dengan begitu juga ada pandangan bahwa semua agama sama...karena menuju ke Tuhan, apakah Tuhan dari agama-agama itu sama? atau setiapnya memiliki keunikan yang perlu dipertahankan dan diperjuangkan?

Pengelana Buana Budaya mengatakan...

Tuhan sama ketika dilihat dari sisi hahkikat dan berbeda jika dilihat dari sisi budaya atau mazhab teologi keyakinan masing-masing.